Herd Immunity, Vaksinasi dan Pembelajaran Tatap Muka

 


Februari 2020 semua masih berjalan biasa saja. Siswa/I tahun akhir (kelas IX dan XII) masih sibuk menyiapkan diri untuk pelaksanaan UNBK. Dipastikan saat itu, penghapusan UN belum akan terjadi pada tahun 2020.


Maret 2020, Indonesia mulai berguncang, 2 Maret tepatnya, kasus covid-19 pertama kali ditemukan di Indonesia. Pemerintah pusat yang awalnya menyepelekan bahwa corona tidak akan sampai ke Indonesia, mulai bersiap. Seminggu kemudian, kasus mulai merambah ke sebagian daerah di Jawa. Beberapa objek wisata mulai dibatasi. Beberapa perusahaan mulai ketar-ketir.


Masih ingat dengan jelas di benak penulis, Sabtu, 14 Maret 2020, masih sempat mendamping siswa/I berlomba di Final LKTI tingkat Propinsi. Alhamdulillah dapat Juara 2. Sore harinya, penulis dapat telpon dari Waka Kesiswaan dan Kepala Sekolah, bahwa pada Minggu, 15 Maret 2020 akan diadakan rapat darurat terkait pelaksanaan Studi Banding siswa/I Kelas XI Tahun 2019/2020. Ya, sejatinya Senin, 16 Maret 2020, kami berangkat studi banding ke tanah Jawa. Penerbangan dibagi dua, pukul 07.30 dan 09.00 Waktu setempat. Keberangkatan itu, persis di hari pertama pelaksanaan UNBK untuk Kelas XII nya.


Jadilah, Minggu, 15 Maret 2020, orang tua dan wali terdaftar siswa dikumpulkan. Dibahas Bersama tentang keberangkatan. Beberapa perusahaan yang akan dikunjungi menghubungi penulis dan panitia lain, mereka membatasi kunjungan ke perusahaan karena instruksi pemerintah serta terkait penyebaran corona yang sudah menggila di tanah Jawa. Beberapa tempat wisata yang sejatinya bakal kami kunjungi untuk refreshing, ditutup selama 30 hari (kemudian berlanjut hingga 90 hari dst).

Kesepakatan akhirnya tercapai dengan orang tua dan wali siswa, keberangkatan kami ditunda hingga batas waktu yang belum ditentukan (pada akhirnya kegiatan ini dibatalkan karena pandemi menjadi-jadi). Yup, ditunda hanya beberapa jam sebelum keberangkatan. Beberapa orang siswa terlihat kecewa, karena mereka sangat berharap dengan kegiatan ini. Tapi apalah daya, keadaan darurat nasional.


Besoknya, Senin, 16 Maret 2020, Kelas XII melaksanakan UNBK dengan protocol kesehatan yang ketat. Pertama kalinya masuk gedung sekolah dicek suhu, kemudian masing-masing siswa wajib menggunakan masker selama pelaksanaan. Semua lancar, tanpa pernah mereka tau, UNBK itu akhirnya tidak dianggap ada. Kamis, 19 Maret 2020, muncul edaran dari pusat bahwa semua kegiatan perkantoran wajib dilaksanakan dari rumah. Sekarang kita kenal dengan istilah WFH (Work From Home), serta semua kegiatan terkait Pendidikan diubah menjadi system daring melalui platform pembelajaran yang tersedia.


Petaka, awalnya hanya 2 minggu, tapi kemudian muncul aturan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) selama 90 hari.


3 bulan…benar, 3 bulan kegiatan perkantoran murni dikerjakan dari rumah. Suasana seolah-olah seperti di film horror, mencekam.


Memasuki tahun ajaran baru, 2020/2021, system kerja mulai diterapkan 50%, artinya, dibagi 2, antara yang WFH dan WFO. Tetapi, Pendidikan tetap harus dilaksanakan dari rumah. Sementara mall dan kegiatan lain, mulai beroperasi.


Pertemuan tatap muka akhirnya bisa dijalankan Januari 2021 di beberapa daerah, akan tetapi dengan sistem terbatas, tidak masalah asalkan tetap bisa bertatap muka lagi.


Musibah benar-benar tidak bisa diduga. Kasus di Indonesia yang mulai melandai sejak April 2021, pasca Idulfitri 2021 malah meningkat lagi. Semua sisi disalahkan, padahal yang menyalahkan tetap juga bersalah. Varian baru, delta dari India masuk ke Indonesia entah lewat mana (pastinya karena ada perjalanan dari India ke Indonesia sih). Puncaknya, Juni 2021, berturut-turut rekor penambahan kasus harian tertinggi pecah, pada akhirnya, Juli 2021, diberlakukan PPKM (Pembatasan Pergerakan dan Kegiatan Masyarakat), dengan kata lain, bentuk sederhananya PSBB lah.


Sektor Pendidikan kembali jadi korban, beberapa sekolah di luar Jawa yang sempat tatap muka, kembali harus online (untuk Pulau Jawa sendiri memang belum pernah tatap muka sejak Maret 2020).


Desakan demi desakan akhirnya muncul. Kasus kembali melandai pasca PPKM. Akhir Agustus 2021, Mas Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan Kebudayaan dan Ristek mengambil inisiatif. PTM harus dilaksanakan, dan akan diujicoba pada akhir Agustus 2021 tentu dengan beberapa syarat secara nasional dan syarat daerah.


Najwa Shihab melalui Program Mata Najwa nya kemudian mengangkat topik ini, Pembelajaran Tatap Muka, kok coba-coba?

Ada beberapa poin penting yang perlu disikapi di sini :

  • 1.   Mas Menteri berujar, jika PTM tidak dilaksanakan, akan terjadi Lost Generation pada bangsa Indonesia
  • 2.    Siswa/I terutama di daerah yang tidak pernah sempat PTM sejak Maret 2020 yang saat ini duduk di bangku Kelas II, VIII dan XI, sama sekali tidak pernah merasakan kondisi dan lingkungan sekolah baru mereka.

Dan berikut dari video acara Mata Najwa tersebut, penulis coba mengulas dari semua sisi :

  • 1.       Dari sisi siswa/i

PJJ sejatinya tetap memiliki hal positif bagi siswa, diantaranya adalah mereka TIDAK PERLU mandi pagi hanya untuk mengikuti pembelajaran, cukup dengan cuci muka saja, bahkan tidak perlu buru-buru berangkat sekolah karena takut terlambat sampai di sekolah. Selain itu, tugas-tugas yang diberikan pun deadline pengerjaan jadi lebih panjang, bahkan mereka bisa memanfaatkan teknologi yang ada untuk mengerjakan tugas.


Sisi negatifnya, karakter disiplin jadi berkurang. Tidak ada lagi siswa yang takut terlambat sampai di sekolah tentu berimbas ke sisi disiplin mereka. Pun dengan tumbuh kembang secara sosial, PJJ membuat siswa jadi jarang bertemu dengan teman sebaya. Banyak siswa yang sudah merindukan PTM karena mereka bisa beraktifitas di sekolah, mengikuti apel pagi, upacara, bahkan bercengkrama dengan rekan sebaya, walaupun saat ini dalam kondisi terbatas, setidaknya kerinduan akan hal itu bisa terbayarkan.

 

  • 2.       Dari sisi orangtua

PJJ dalam sisi orangtua juga memiliki dampak positif kok. Orang tua jadi bisa secara langsung memantau perkembangan belajar anak nya. Jadi bisa secara langsung mengamati proses belajar mengajar yang selama ini mungkin terabaikan oleh mereka.


Namun negatifnya, untuk orang tua yang juga mengerjakan tugas atau pekerjaan mereka dari rumah, tentu akan lebih sulit. Kadang rebutan koneksi internet dengan anak, bahkan ada yang rebutan gawai untuk online.

 

  • 3.       Dari sisi guru/pendidik

Kebanyak guru juga menikmati dampak positifnya. Dimana dengan PJJ, guru pasti tidak akan pernah telat lagi masuk kelas. Guru juga tidak akan meninggalkan siswa nya ketika mendapatkan tugas lain yang dibebankan oleh sekolah.


Tetapi, dampak negative tentu lebih berat. Tugas guru menjadi dua kali lipat, karena selain memberikan pelajaran pada jam belajar, terkadang tetap harus melayani pertanyaan siswa di luar jam pembelajaran tersebut. Kondisi siswa yang kadang baru mendapatkan koneksi internet yang stabil di malam hari, membuat mereka baru bisa bertanya secara aktif di malam hari. Belum lagi untuk guru yang juga merupakan orang tua, tentu selain mengajar siswa nya, juga harus memantau perkembangan anak nya sendiri


 

Untuk itu, PTM memang harus disegerakan, tetapi jangan coba-coba. Untuk kesehatan, kita tidak bisa coba-coba. Nyawa taruhannya. Karena itulah, walau Mas Menteri tidak terlalu memberatkan pelaku Pendidikan harus divaksinasi sebelum PTM. Beberapa daerah justru mengambil kebijakan bahwa, pelaksanaan PTM baru bisa dilaksanakan jika pelaku Pendidikan sudah divaksin minimal dosis pertama. Selain itu, hal ini juga untuk menyukseskan program pemerintah.


Herd immunity, atau imunitas yang dipaksakan, bisa dilaksanakan dengan vaksinasi. Indonesia, saat ini masih termasuk rendah jumlah vaksinasi yang dilakukan.


Tidak mau kah kita seperti beberapa negara yang sudah bebas dari masker?Bahkan ada yang sudah mencatatkan pertambahan kasus nya maksimal hanya 5 perhari.


Semoga saja, pelaksanaan PTM bisa tidak hanya coba-coba. Asalkan taat prokes, dan melaksanakan anjuran pemerintah, semua akan berjalan lancar, semoga.



Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.