Pembuatan VCO dengan metode enzimatis




Kelapa (Cocos nucifera L) memiliki peran yang strategis bagi masyarakat Indonesia, dan termasuk sembilan bahan pokok masyarakat. Produksi kelapa Indonesia per tahun menempati urutan kedua di dunia yakni sebesar 12.915 milyar butir (24,4 %) produksi dunia (Aditiya, 2014). Salah satu produk diversifikasi dari buah kelapa adalah minyak kelapa.

Pembuatan minyak kelapa secara tradisional yang biasa dilakukan adalah dengan cara merebus santan terus menerus hingga didapatkan minyak kelapa. Minyak yang dihasilkan bermutu kurang baik, jika di uji mutunya akan mempunyai angka peroksida dan asam lemak bebas yang tinggi, dan juga warna minyak kuning kecoklatan sehingga minyak akan cepat menjadi tengik dalam dua bulan (Setiadji, 2004).

Berbeda dengan minyak kelapa biasa, Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan minyak kelapa yang diperoleh tanpa mengubah sifat fisiko kimia minyak karena hanya diberi perlakuan mekanis dan penggunaan panas rendah, sehingga kandungan yang penting dalam minyak tetap dapat dipertahankan. Keunggulan minyak ini terletak pada tingginya asam lemak jenuhnya yaitu sekitar 90% yang menjadikan minyak ini minyak tersehat (Setiaji dan Prayugo, 2006).

Virgin Coconut Oil (VCO) memiliki sejumlah sifat fisik yang menguntungkan. Di antaranya, memiliki kestabilan secara kimia, berwarna bening, dan berbau harum, bisa disimpan dalam jangka panjang dan tidak cepat tengik, serta tahan terhadap panas, cahaya dan oksigen. Virgin coconut oil (VCO) memiliki kadar air, asam lemak bebas, dan angka oksidasi yang rendah. (Fachry, dkk.,2006)

Komponen utama dari Virgin Coconut Oil (VCO) adalah asam lemak jenuh seperti asam kaprat, kaprilat dan miristat dan memiliki ikatan ganda dalam jumlah kecil. Kandungan paling besar dalam minyak kelapa adalah asam laurat (Lauric Acid) (Hapsari, 2009).

Asam laurat (Lauric Acid) merupakan asam lemak rantai menengah (Medium Chain Fatty Acid / MCFA). Sifat MCFA yang mudah diserap akan meningkatkan metabolisme tubuh (Hapsari, 2009). MCFA memiliki banyak fungsi, antara lain mampu merangsang produksi insulin sehingga proses metabolisme glukosa dapat berjalan normal. MCFA juga bermanfaat dalam mengubah protein menjadi sumber energi (Barlina dan Novarianto, 2005)

Dalam perkembangannya VCO telah dimanfaatkan sebagai bahan baku farmasi, kosmetik, dan pangan (Rindengan, 2003). VCO merupakan suatu produk yang memiliki sifat dwifungsi yaitu sebagai minyak goreng kualitas tinggi dan sebagai obat yang potensial. Beberapa manfaat VCO bagi kesehatan yaitu merupakan antibakteri, antivirus, antijamur, dan antiprotozoa, menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah, dapat mencegah terjadinya osteoporosis, diabetes, penyakit liver, dan timbulnya kanker, dapat menurunkan berat badan, dan memberikan stamina bagi tubuh (Fachry, dkk.,2006).

Metode untuk memperoleh VCO dapat dilakukan dengan cara fermentasi, enzimatis, dan pancingan.
Menurut Alamsyah (2005) serta Setiaji dan Prayugo (2006), proses pengolahan VCO dengan cara penambahan ragi, setelah krim santan ditambah dengan ragi kemudian difermentasi. Menurut Setiaji dan Prayogo (2006), pembuatan VCO dengan fermentasi memiliki kelebihan yaitu minyak yang dihasilkan berwarna jernih dan beraroma harum khas minyak kelapa, penggunaan energi yang minimal karena tidak menggunakan bahan bakar, pengolahan sederhana dan tidak terlalu rumit, tingkat ketengikan rendah, dan daya simpan lebih lama, sedangkan kekurangannya adalah proses fermentasi relatif lama yaitu membutuhkan waktu sekitar 10-14 jam.

Pembuatan VCO dengan cara enzimatis merupakan pemisahan minyak dalam santan tanpa pemanasan melainkan dengan bantuan enzim. Beberapa jenis enzim protease yang bisa digunakan untuk memecah ikatan lipoprotein dalam emulsi lemak yaitu papain (pepaya) dan bromelin (nanas). Enzim papain banyak terdapat dalam getah daun pepaya, sementara enzim bromelin banyak terdapat pada bagian bonggol (hati) nenas.

Kelebihan dengan pengolahan ini yaitu VCO yang dihasilkan berwarna bening, kandungan asam lemak dan antioksidan di dalam VCO tidak banyak berubah, tidak mudah tengik, tidak membutuhkan biaya tambahan yang terlalu mahal, dan rendemen yang dihasilkan cukup tinggi, sedangkan kekurangannya yaitu membutuhkan waktu yang sangat lama dalam proses denaturasi protein untuk memisahkan minyak dari ikatan lioprotein, yaitu sekitar 20 jam (Setiaji dan Prayogo, 2006).

Menurut Alamsyah (2005), proses pengolahan VCO dengan metode pancingan yaitu dengan menambahkan VCO pancingan ke dalam krim santan. Perlahan-lahan minyak mulai memisah dari santan. Bagian minyak kemudian diambil dan disaring. Menurut Setiaji dan Prayogo (2006), pembuatan VCO dengan pancingan memiliki kelebihan yaitu minyak yang dihasilkan berwarna jernih dan beraroma harum khas minyak kelapa, penggunaan energi yang minimal karena tidak menggunakan bahan bakar, proses sederhana dan tidak terlalu rumit, tingkat ketengikan rendah, dan daya simpan lebih lama, sedangkan kekurangannya yaitu proses yang masih relatif lama karena membutuhkan waktu sekitar 6-7 jam.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam pembuatan VCO yaitu baskom, gelas beker, pengaduk, penyaring santan, plastik pembungkus, pipet, tabung reaksi, sentrifuge, gelas ukur, pisau, dan talenan.

Bahan yang digunakan yaitu parutan kelapa, air, papain bubuk, ragi roti, buah nanas dan minyak kelapa.

Prosedur Kerja

Pembuatan VCO diawali dengan menimbang kelapa, bobot kelapa sebesar 1689 gram dan menambahkan air dengan perbandingan 1:1 (kelapa : air). Selanjutnya memeras kelapa parut dan mendiamkannya selama 1 jam untuk memisahkan krim dan skim pada santan.

Pembuatan VCO dibedakan menjadi 4 perlakuan yaitu dengan penambahan minyak kelapa, ragi roti, ekstrak nanas dan papain bubuk.

Ragi roti yang telah disiapkan kemudian ditimbang, setelah itu dilakukan penambahan air dengan perbandingan 1:2. Bobot ragi roti sebesar 35 gram, maka air yang ditambahkan sebesar 70 ml.

Enzim papain didapatkan dari papain bubuk dengan cara menimbang 25 gram papain bubuk, kemudian ditambahkan air sebesar 25 ml.

Untuk membuat ekstrak nanas sebagai enzim bromelin, maka terlebih dahulu menimbang buah nanas, bobot buah nanas yaitu 120 gram, kemudian dilakukan penghancuran dengan blender dengan penambahan air, kemudian disaring menggunakan kain saring. Ekstrak bromelin didapatkan sebesar 150 ml.

Setelah 1 jam, maka dilakukan pengambilan krim dan menuangkannya pada 4 gelas beker. Masing-masing gelas beker ditambahkan 4 perlakuan yang berbeda yaitu ekstrak enzim papain, bromelin ragi dan minyak kelapa. Masing-masing perlakuan menggunakan konsentrasi 10% dari total bobot krim.

Selanjutnya yaitu menginkubasi sampel selama 24 jam pada suhu ruang (28oC) dan menutup gelas beker dengan plastik pembungkus. Setelah inkubasi selesai selanjutnya yaitu mengamati banyaknya vco yang dihasilkan.

Setelah 24 jam, krim dipisahkan dengan skim, kemudian dimasukkan ke dalam gelas beker dan dipanaskan dengan menggunakan hotplate dengan suhu 60⁰C selama 15 menit. Kemudian masing-masing krim dimasukkan ke tabung reaksi sebesar 10 ml, kemudian dilakukan sentrifugasi. Setelah itu didapatkan rendemen VCO

Proses Enzimatis

Menurut Aditiya, dkk (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Optimasi Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) dengan Penambahan Ragi Roti (Saccharomyces Cerevisiae) dan Lama Fermentasi dengan VCO Pancingan”. semakin lama fermentasi maka rendemen yang dihasilkan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan pada proses fermentasi lanjut akan terbentuk air dan asam asetat dimana asam asetat memiliki kemampuan untuk memutus ikatan lemak-protein, akibatnya semakin banyak lemak yang terlepas dari protein (Setiaji dan Prayogo, 2006). Rendemen yang paling tinggi dihasilkan sebesar 43,59% dengan waktu fementasi selama 4 jam.

Rendemen juga dipengaruhi oleh konsentrasi ragi, semakin banyak konsentrasi yang diberikan maka semakin tinggi pula rendemen yang dihasilkan. Pada penelitiannya rendemen paling tinggi dihasilkan sebesar 45,72% dengan konsentrasi 0,4%.

Sedangkan pada praktikum yang kami lakukan menggunakan waktu 4×24 jam dan dengan konsentrasi 10% yang seharusnya memiliki rendemen yang lebih banyak, tetapi menghasilkan rendemen yang sangat sedikit.

Pada VCO dengan menggunakan ragi roti, ditumbuhi oleh kapang. Hal ini dapat disebabkan oleh plastik penutup yang kurang tertutup rapat sehingga oksigen dapat masuk ke dalam gelas beker dan dijadikan sebagai salah satu faktor untuk pertubuhan kapang.

Menurut Fardiaz, (1992), pertumbuhan kapang optimum pada suhu 25-30⁰C dan pH sekitar 2-8,5. Semua kapang bersifat aerobik, yaitu membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya. Apabila, penutup plastik tersebut tertutup rapat maka tidak mungkin terdapat penambahan oksigen yang berfungsi untuk pertumbuhan kapang.

Pada umumnya kapang dapat menggunakan berbagai komponen makanan, dari yang sederhana hingga kompleks. Kebanyakan kapang memproduksi enzim hidrolitik, misal amylase, pektinase, proteinase dan lipase. Oleh karena itu, kapang dapat tumbuh pada makanan-makanan yang mengandung pati, pektin, protein atau lipid (Fardiaz, 1992). Karena dalam perendaman krim santan memiliki kandungan protein, maka kapang dapat tumbuh.

Pertumbuhan kapang akan menghambat pertumbuhan khamir (Fardiaz, 1992), sehingga khamir yang terdapat dalam ragi tidak bisa menghasilkan VCO.

Menurut Fajrin (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Penggunaan Enzim Bromelin pada Pembuatan Minyak Kelapa (Cocos Nucifera) Secara Enzimatis”, rendemen VCO dengan menggunakan enzim bromelin adalah sekitar 40%, dan konsentrasi yang digunakan yaitu 2%. Dalam pembuatannya dilakukan proses pemanasan terhadap krim yang sudah diberi enzim bromelin hingga blondo dan minyak terpisah.

Menurut Winarti., dkk (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Proses Pembuatan VCO (Virgine Coconut Oil) secara Enzimatis Menggunakan Papain Kasar”, semakin tinggi suhu inkubasi dan konsentrasi enzim papain maka semakin banyak rendemen yang dihasilkan.

Dalam penelitiannya, perlakuan terbaik yaitu pada suhu 40⁰C dengan konsentrasi enzim sebesar 0,06% menghasilkan rendemen sebesar 49,0667% sedangkan, praktikum yang kami lakukan menggunakan konsentrasi 10%, tetapi menghasilkan rendemen yang sangat sedikit. Hal ini dapat disebabkan perlakuan suhu yang kurang tepat karena semakin tinggi suhu inkubasi, kecepatan reaksi hidrolisis protein semakin cepat sehingga minyak yang dapat dibebaskan dari selubung protein juga semakin banyak sehingga rendemen semakin tinggi.

Abubakar (1998), menyatakan bahwa enzim papain dapat bekerja secara optimum pada suhu antara 50 – 60⁰C dan pH antara 5-7.

Enzim bromelin bersifat stabil terhadap panas sampai suhu dalam kisaran 60 – 80°C. Nilai pH optimalnya cukup besar dan berkisar antara 6– 7,5 (Winarno, 2002).

Menurut Setiaji dan Prayogo (2006), metode enzimatis dalam pembuatan VOC memerlukan waktu sekitar 20 jam. Dalam praktikum kami, perendaman sudah lebih dari 20 jam, tetapi rendemen yang dihasilkan sangat sedikit. Hal ini dapat disebabkan oleh suhu yang kami gunakan adalah suhu ruang, padahal suhu optimum enzim papain dan bromelin adalah 50-60⁰C dan 60-80⁰C.

Selain faktor dalam pembuatan VCO, ada faktor lain yang juga mempengaruhi keberhasilan pembuatan VCO adalah kualitas dari bahan baku yaitu kelapa. Semakin baik mutu kelapa yang digunakan, kualitas VCO yang dihasilkan juga akan semakin baik, di samping itu rendemennya pun semakin tinggi, demikian sebaliknya. Ciri-ciri kelapa yang baik untuk digunakan sebagai bahan pembuatan VCO adalah berasal dari varietas kelapa dalam atau kelapa hibrida lokal, telah berumur 11-13 bulan, berat kelapa berkisar 130 g/butir, kulit sabut kelapa sudah berwarna cokelat, apabila dikocok, bunyinya akan terdengar nyaring, kelapa belum berkecambah, dan apabila dibelah, daging buah berwarna putih dengan ketebalan berkisar 10-15 mm. (Endahwati, 2011)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.